Cerpen_Nyanyian Hati_
Hari ini begitu melelahkan, padahal aku
belum selesai menyulap seluruh ruangan ini agar tampak megah. Baru terlihat
bunga-bunga cantik yang sudah ku tata di setiap sudut tempat. Belum lagi menata
meja dan kursinya lalu dekorasi panggung yang layak untuk di persembahkan esok
hari. Ah, rasanya pikiranku sudah di hinggapi bintang-bintang kecil yang
menyuruhku untuk beristirahat sejenak.
Aku keluar ruangan berharap bisa ku
temukan seteguk air minum karena kerongkonganku sudah mulai kering. Tapi
ternyata nihil, tak ada satu pun tersisa, kue, lontong, pastel,dan
kawan-kawannya pasti sudah di santap oleh panitia-panitia yang tak berperasaan
itu. Inilah nasib orang baru yang langsung di jadikan panitia. Bukan bangga,
tapi malah tersiksa karena di perlakukan seperti babu yang harus mengurus
semuanya. Aku hanya bisa mengelus dada menikmati penyiksaan ini.
Tapi saat pikiranku membayangkan sajian
nikmat yang tak ada duanya, sebuah tangan melayang di depan mataku dengan
sebotol air yang di genggamnya. Siapa dia malaikat yang datang memberikan apa
yang aku inginkan itu?
Wajah tampan nan mempesona itu kini
tampak di depan mataku. Ya, dia memang malaikat, malaikat cinta yang selalu
memberikan kebahagiaan buat orang-orang di sekitarnya. Namanya Adlan, dia
senior di organisasi ini. Orangnya baik, ramah dan supel sehingga benar-benar
membuat aku jatuh cinta pada pandangan pertama.
Saat itu pertama kali kegiatan untuk
ospek organisasi Seni. Aku memang memiliki organisasi itu karena kecintaanku
pada musik. Suara ku cukup bagus untuk di katakan sebagai seorang penyanyi yang
kalau di samakan saat ini seperti Cakra Khan tapi versi laki-lakinya. Dengan
pede-nya aku memberanikan diri untuk masuk menguji nyaliku sendiri. Saat itu
kebetulan moment yang sangat tepat. Rintik hujan turun dengan lembutnya
membasahi semua jalanan yang kami lewati. Bangunan tinggi menjulang, kendaraan
berlalu lalang dan orang-orang berjalan silih berganti. Kebetulan kami melewati
tempat perbelanjaan besar yang tidak pernah sepi.
Dengan wajah yang di dandani seperti
badut, dress longgar yang jelek, rambut yang di ikat banyak, juga payung
sebagai pelindung hujan, harus kami rasakan. Tak heran jika di setiap jalan
selalu saja ada yang mentertawai kami layaknya melihat orang gila. Tapi tak
apa, ini hanya sejenak untuk kami rasakan.
“Kita istirahat di sini sebentar!”.
Kata mba Suci sebagai pelaksana kegiatan.
Sama
seperti ospek lainnya yang tak jauh dari pura-pura marah, kesal dan kasar membuat
aku malas mengikutinya. Semuanya basi dan klise, tak ada inovasi baru. Dari
kejauhan aku melihat seorang panitia memanggil salah satu di antara kami dan
membawanya entah kemana. Lama-lama hal itu membuatku takut juga.
“Hey kamu? Iya, Kamu. Sini cepat!!”
Seorang
laki-laki menunjukku dan menyuruhku menghadapnya. Deg, jantungku tiba-tiba
bergerak cepat, seluruh tubuhku mulai bergetar dan aku hanya bisa menunduk.
“Sini!! Ikuti Saya!”
Aku
terus mengikutinya dari belakang sementara laki-laki itu terus berjalan tanpa
henti.
“Kamu mau aku kehujanan?!”
Aku
langsung saja mendekatinya dan terpaksa harus satu payung dengan laki-laki
galak ini. Dari pakaiannya sih terlihat keren, tapi entahlah karena aku tak
berani menatapnya. Tiba-tiba ia menyuruhku berhenti di tengah jalan yang
kebetulan memang sepi. Aku sudah tidak bisa berpikir lagi, entah apa yang akan
di lakukannya di tempat ini dengan air hujan yang terus membesar.
“Saya ingin kamu menyanyikan sebuah
lagu.”
Kata-kata
itulah yang membuatku untuk menatap wajahnya dengan jelas. Dengan ekspresi
kaget atas perintah itu, tiba-tiba hatiku berkata lain. Yang kulihat laki-laki
dengan senyum lembut dan wajah yang menggemaskan membuatku meleleh. Sampai
membuatku tak ingin berhenti mentapnya.
“ Saya ingin kamu menyanyikan sebuah
lagu dari Krispatih.”
“ Kenapa harus Krispatih? Aku gak
tau lengkap lagu-lagunya Kak.”
“ Harus itu!”
Dengan terpaksa aku menyanyikan satu
buah lagu yang aku pun tak tahu judulnya. Aku keluarkan suara emasku secara
lantang hingga mengalahkan suara hujan. Ternyata laki-laki di hadapanku itu
menikmatinya dengan senyum yang memperlihatkan giginya. Dan itulah yang membuat
aku pertama kali jatuh cinta di masa putih abu-abu yang menyenangkan ini.
Sekilas kejadian itu tak akan pernah ku
lupakan walau sampai sekarang laki-laki yang bernama Adlan itu tidak pernah
berbicara padaku. Padahal ia laki-laki yang ceria, setiap orang selalu di
sapanya. Ia begitu cerewet dan perhatian pada siapapun. Tapi di antara yang
lain, hanya aku yang belum pernah ia ajak bicara. Dan aku kesal!!
“
Terimakasih.”
Aku menerima pemberian dari kak Adlan
itu. Walau aku sudah dengan lembut berterimakasih dengan senyum manisku itu,
tetap saja ia tak membalasnya dengan baik. Tapi saat itu aku tak peduli karena
aku benar-benar kehausan dan ingin menghabiskan semua air di botol tanpa
tersisa.
Setelah perut lumayan kenyang oleh air
minum, aku langsung membereskan semua pekerjaanku tanpa pikir panjang. Di bantu
bersama anak-anak baru lainnya, satu demi satu dekorasi ruangan sudah mulai di
tata dengan cantik. Di panggung depan aku melihat anak-anak lain yang terpilih
untuk bernyanyi sedang berlatih. Ah, seandainya aku tak selalu bolos latihan
pasti aku sudah menjadi primadona di panggung itu. Sementara di sudut panggung
terlihat kak Adlan sedang menemani seorang keyboardis yang mengiringi nyanyian
mereka. Tapi lagi-lagi aku tak peduli karena aku terlanjur kesal padanya, namun
tetap saja aku sangat merinduannya.
Untuk menghilangkan kejenuhan, aku
sedikit melantunkan lagu yang aku sukai sambil menggunting kertas-kertas yang
akan di tempel. Juga sesekali berekspresi dengan mengacak-acak balon warna
warni yang sudah mulai menumpuk. Teman-teman yang berada di sampingku tertawa
terbahak-bahak melihat tingkah gila yang aku lakukan.
“ Hey..Hey..Khanza?Khanza!! Itu Kak
Adlan lihatin kamu.” Sahut Lara
Aku
tiba-tiba berhenti, tadinya aku tak peduli dengan panggilan Lara itu. Tapi
ketika ini menyangkut Kak Adlan sepertinya aku semakin penasaran. Dan memang
benar kalau Kak Adlan tidak sedikit pun memperhatikanku. Kesal!! Aku
melanjutkan lagi nyanyianku dengan kegilaan semakin memuncak dan aku pun
merasakan ada seseorang di pojok sana yang tertawa dengan tingkahku itu. Dan
yah, untuk kali ini aku menangkapnya sedang tertawa melihat kelucuanku. Aku pun
membalasnya dengan senyuman terindahku.
Keesokan harinya seluruh panitia harus
sudah berada di tempat acara sebelum tamu-tamu datang. Dan beruntungnya aku
karena sekolahku memang tidak jauh dari rumah. Tak lama, satu persatu tamu
sudah mengisi kursi yang sudah di sediakan. Dengan sapaan yang ramah aku
menyambut setiap orang yang datang. Sampai pada waktunya, acara pun di mulai.
Aku
mulai mengisi kursi kosong yang berada di belakang pengunjung. Saat itu panitia
lain sudah pergi duluan meninggalkanku. Ah!! Lagi-lagi!
Aku duduk dengan tubuh yang sangat
lemas, mataku sudah terasa lelah dan lagi-lagi aku kehausan. Aku sudah tak
peduli lagi dengan penampilan di depan. Saat duduk dalam kesendirian itu,
tiba-tiba seorang laki-laki mengisi kursi kosong yang ada di sampingku. Kak
Adlan, dia lagi yang datang mendekatiku dan membawa sekotak makanan
ditangannya. Dia memberikannya padaku tanpa melihat wajahku. Aku kesal!
Benar-benar kesal!! Tapi aku senang dan menyantap satu persatu dengan pelan
karena sedikit grogi.
Hari itu tidak ada yang special baguku,
mungkin hanya keberadaan Kak Adlan yang selalu membuatku bahagia. Namun aku
harus meratapi semuanya karena setelah acara selesai, aku harus membereskan tempat
tersebut. Mengembalikan semuanya seperti sediakala walau tubuh sudah ingin
beristirahat.
Sepertinya memang ini adalah hari
penyiksaan, dimana kakak-kakak senior tidak ingin membantuku. Aku harus
menggotong tangga bersama temanku untuk mengambil beberapa hiasan yang sangat
tinggi. Walau aku takut tapi apa daya, aku harus menaiki tangga itu satu
persatu dan aku yakin ini tak akan berhasil.
“ Bruk!!!”
Akhirnya
badanku yang sudah mulai melemah itu pun jatuh juga dan tanggga itu tepat
menindih badanku sampai remuk. Dan dari situlah empati kakak senior mulai
keluar. Aku di bawa ke ruang kesehatan karena bagian tubuhku terlihat lebam.
Juga terdapat luka-luka kecil lainnya yang membuatku ingin menjerit. Tapi di
balik kesialanku pada hari itu masih ada keberuntungan yang aku dapatkan karena
orang yang dengan cepat membawaku ke ruang P3K adalah Kak Adlan.
Saat
di ruangan itu, dia benar-benar terlihat panik. Sementara aku hanya mengerutkan
kening. Padahal aku saja tidak begitu panik walau tubuhku benar-benar hancur.
Aku melihatnya kesana kemari mencari perban dan obat lain yang di butuhkan. Dan
aku pun tak bisa menahan tawa dengan tingkahnya itu. Mendengar aku yang
mentertawainya, dia langsung berhenti di hadapanku dengan wajah kesal.
Dia
langsung mendekatiku dan melihat beberapa luka yang ada. Dengan perhatiannya
yang tinggi itu, dia terus saja mencari luka-luka lain. Sementara aku hanya
tersenyum dan sangat bahagia.
“ Lain kali, kalau kesulitan harus
minta tolong pada yang lain. Jangan mengerjakan sendiri. ” Ucapnya memulai
pembicaraan.
Aku
hanya menggerutu dalam hati mendengar perkataan itu. Kelakukan dialah dan
teman-temannya yang tidak peka terhadap adik-adik barunya ini. Sampai-sampai
jatuh dari tangga pun aku yang di salahkan.
“ Oke??”
Ya
Tuhan dia akhirnya memperlihatkan senyum menggodanya itu tepat di depan mataku.
Aku tak bisa berkata apapun lagi. Kekesalanku yang terasa akhir-akhir ini
benar-benar mencair. Aku tak membencinya lagi, aku akan selalu jatuh cinta
padanya.
“ Kamu tahu? Aku tak ingin jika
sesuatu terjadi padamu. Untuk itu jaga diri baik-baik.” Lanjutnya sambil
membereskan barang-barang di tempat itu.
“ Ayo, aku antar pulang…”
Lagi-lagi
aku benar-benar seperti melayang. Laki-laki itu yang ternyata aku cinta dan
juga aku benci memang memiliki perasaan yang sama. Dan sekarang aku tahu,
setiap laki-laki memiliki cara yang berbeda untuk mengungkapkan perasaan pada
wanita yang di sayanginya. Dan itulah Kak Adlan, orang yang pertama kali
mengenalkanku tentang Cinta..