Novel "Will You Marry Me?" Episode Kala Cinta Menyapa, Kau Tak Tahu
Maika dan Ciella terlihat sedang
memasak untuk sarapan pagi itu. Sejak mereka asyik mengolah makanan, keduanya
tidak henti-hentinya membicarakan Naya sejak kejadian tadi malam. Mereka
meyakini sikap Naya yang berubah itu dikarenakan Ayahnya yang kembali berbuat
ulah. Sejak kabar masuknya Ayah Naya ker rumah sakit jiwa 4 tahun yang lalu,
Maika dan Ciella tidak pernah mendengar kabar apa pun lagi. Selain itu,
biasanya Naya dan keluarganya sudah tidak mengalami kejadian yang menyakitkan
lagi. Cukup bagi kedua kawannya itu mengetahui kesedihan Naya di masa lalunya.
Kini mereka selalu menginginkan Naya yang selalu tersenyum walaupun memang
jarang terlihat.
Pembicaraan mereka terhenti ketika
terlihat Naya sudah menuruni anak tangga. Tanpa sepatah katapun, Naya langsung
duduk dan memakan makanan yang sudah di masak oleh kawannya itu. Begitu pun
dengan Maika dan Ciella yang enggan memulai pembicaraan. Mereka hanya saling
melirik satu sama lain sambil memperhatikan tingkah Naya.
“ Hari ini aku mau ke kantor.”
Naya memulai pembicaraan dengan nada suaranya yang terdengar sedih walaupun ia
ingin menutup-nutupinya.
“ kalau gitu pake mobil aku aja
Nay, aku bisa numpang ke Ciella kok?” maika langsung menawarkan mobilnya.
“ Iya nay, atau pake mobil gue
aja, nanti gue numpang ke mobil Maika.” Ciella mulai ikut-ikutan menawarkan dan
memberikan kebaiaknnya.
“ Gak usah, nanti Mang Ujang ke
sini kok nganterin mobil ku.” Naya menolak dan langsung pergi ke luar.
Melihat suasana hati Naya yang
seperti itu, Maika dan Ciella hanya bisa menghelaikan nafas panjang dan menatap
temannya itu dengan rasa prihatin.
Hari itu, Naya mulai mengendarai
mobilnya sendiri. Dengan kecepatan yang lumayan tinggi, Naya menancapkan gas
menuju kantor. Tatapannya mulai terlhat tidak fokus. Sejak kepergiannya tadi,
ia terlihat selalu menahan air mata yang ingin mengalir. Namun berusaha untuk
terus ditahannya karena ia merasa tidak perlu ada lagi kesedihan dalam
hidupnya.
“ Tuttt…Tutt…”
Dering telepon mulai menyadarkan
Naya. Lamunannya kala itu buyar dan tidak membuatnya celaka. Ia mulai kembali
sadar dan harus sesegera mungkin sampai di kantor. Terbukti masuknya telpon
dari sang editor yang sejak tadi enggan untuk di angkat. Ia memang tidak pernah
terlambat untuk datang ke kantor, namun karena telpon dari adiknya semalam yang
mengacak-acak pikirannya membuat ia harus datang terlambat. Bukan jadi masalah
lagi jika ia harus di marahin mba Rita karena tidak propesional menjalankan
kontrak kerjanya. Karena sekarang ini moodnya sedang tidak mendukung.
Naya mulai memasuki ruangan yang
sudah dipenuhi banyak orang. Hari ini hari yang sagat special bagi kantornya.
Karena akan banyak tamu dari berbagai penerbitan di Kota Jakarta dalam rangka
membentuk kerjasama untuk menciptakan buku-buku terbaik dan berkualitas. Dan
kebetulan Naya ditunjung sebagai perwakilan penulis dari penerbitannya.
Beberapa menit setelah kehadirannya, acara tersebut langsung dimulai.
Namun sayangnya, karena keadaan
Naya yang sedag tidak baik, ia tidak perduli dengan suasana di ruangan
tersebut. ia terus saja bergelut dengan pikirannya. Ia bingung dengan apa yang
harus di lakukannya. Apakah dia harus pulang ke rumah atau tidak. Matanya
selalu memandang tak tentu. Sesekali Mba Rita berbisik padanya agar fokus pada
kegiatan hari itu. Dari kejauhan, terlihat denga jelas seorang laki-laki yang
tepat duduk di seberangnya memandang Naya. Sejak awal kedatangnnya sampai ia
duduk dalam lamunanya itu, Rafa tidak pernah melepaskan panadangannya walaupun
Naya tidak melihatnya. Rafa yang kala itu bersemangat menghadiri rapat karena
bisa bertemu dengan wanita yang ia idam-idamkan itu berubah menjadi penuh
Tanya. Karena kali ini ia melihat wanita itu bukan seperti wanita angkuh dan
sombong tapi seperti wanita yang terpuruk dalam kesedihannya.
Waktu terus berjalan, hari itu
sepertinya hari paling indah untuk Rafa. Karena sejak dirinya mengidolakan Naya
sebagai seorang penulis, ia kini merasa benar-benar ingin lebih mengenalnya. Ia
ingat sekali pertama kali membaca Novel karangannya sampai keseringan untuk
novel barunya. Ceritanya yang membawa Rafa dalam kehidupan cinta yang mengharuskan
membuat ia jatuh cinta. Di tambah lagi ketika pertama kali melihatnya dengan
mata kepalanya sendiri. Walaupun pernah ada gossip tentang Naya yang sombong
dan angkuh, Rafa tidak akan pernah percaya sampai dirinya benar-benar mengenal
sosok wanita itu.
Gerak-gerik Rafa ternyata terlihat
oleh Mba Rita tanpa sengaja. Entah kenapa, Naya selalu tidak peka jika ada
seseorang yang memperhatikannya dari jauh. Sampai-sampai orang yang ada di
sampingnya yang harus memberitahukannya.
“ Nay, liat tuh di sana? Ada yang
liatin dari tadi?” Mba Rita tiba-tiba bicara
Mendengar itu, tatapan Naya
langsung tertuju pada Rafa. Ia tak hentinya melihat Rafa dengan tajam. Entah
mungkin Naya benar-benar melihatnya dengan jelas, atau Naya hanya terbuai
dengan lamunannya. Namun tindakan Naya membuat rafa tersenyum dan tak ingin
melepaskan tatapannya.
“ Aku mau pulang!” Naya terhenyak
dari duduknya saat acara rapat sudah selesai.
“ Nay jangan dulu dong, temenin
mba makan dulu yuk? Kan sayang mereka udah nyiapin makanan buat kita.” Mba Rita
mencoba mencegah kepergian Naya.
Tak ingin mengecewakan mba Rita,
Naya pun ikut mengantri dengan tamu undangan lainnya.
“ Mba Rita?” tiba-tiba terdengar
seseorang memanggil dari belakang.
“ Hey, Citra apa kabar?” Mba Rita
memeluk wanita itu.
“ Baik..Baik…Mba kenalin nih Pak
Rafa? Anak pemilik perusahaan.” Ungkap Citra sedikit membisik
“ Oh..? Salam kenal.. “ Sapa Mba
Rita sambil menjulurkan tangan
“ oh iya Pak. Kenalkan ini Naya,
Karaissa Naraya Anantiar. Penulis di perusahaan kami.” Mba Rita mulai memperkenalkan
Naya.
Tanpa ingin menjabat tangan dengan
laki-laki itu, Naya hanya memperkenalkan dirinya dengan tersenyum. Senetara
Rafa terlihat malu saat Naya menolak bersalaman dengannya dan langsung
meninggalkan obrola mereka. Melihat tingkah Naya, Mba Rita pergi menyusul
dengan meminta maaf terlebih dahulu pada Rafa.
Hari yang menyedihkan memang jika
ia harus terus bergelut dengan pekerjaan dimana harus bertatap muka dengan tamu
yang lain. ia harus menampakan senyum ramahnya di kala hatinya sedang gelisah.
Saat terus berjalan lambat menunggu giliran, Naya sepertinya mulai sadar kalau
ada seseorang di belakangnya yang sejak tadi memperhatikan dirinya dan mencoba
untuk mendekatinya. Dengan lirikan yang perlahan, Naya mencoba melihat
laki-laki itu dan dengan seketika sang pria memberikan balasan senyum indahnya.
Kini Rafa mulai berani untuk mendekati sang penulis itu.
Aneka makanan enak mulai berjajar
di hadapan Naya. Tapi kelezatan itu sama sekali tidak menggodanya. Untuk saat
ini, ia sama sekali tidak berselera makan dan terus memperhatikan Mba Rita yang
senang memilih-milih makanan sementara piring Naya masih terlihat bersih.
Melihat Naya yang tak bersemangat, Rafa yang sejak tadi mengikutinya dari
samping tiba-tiba memasukan Nasi ke piring Naya. Naya dengan seketika
melihatnya dengan heran namun Rafa tetap tersenyum. Lalu mengambilkan rendang
dan lagi-lagi naya hanya bisa melihatnya tanpa sepatah kata pun. Begitupun
dengan makanan ketiga yang berisi capcay, kumpulan sayuran yang paling Naya
suka. Namun saat Rafa akan memasukan ikan pada makanan selanjutnya, Naya
menghentikannya dan mulai terlihat kesal. Terlihat wajahnya yang mulai terlihat
marah dan matanya dengan lama menatap Rafa.
“ Aku gak suka ikan. Dan tolong,
aku bisa ngambil makanan sendiri!” Naya marah dengan halusnya pada Rafa.
Tanpa mengucapkan terimakasih atas
kebaikan Rafa yang memberikan makanan, Naya langsung pergi dan mencari tempat
duduk yang membuatnya tenang. Namun rasa-rasanya tempat itu sudah dipenuhi
semua tamu yang hadir. Naya mulai tak suka dengan kebisingan di tempat ini,
rasanya kepala dia ingin segera meledak. Ia benar-benar sudah tidak selera
untuk menyantapnya.
“ prinnngggggg…..” seluruh makanan
yang dibawa Naya jatuh dan piringnya pecah berkeping-keping.
“ Maaf…maaf…aku gak sengaja.” Rafa
langsung memelas pada Naya yang tanpa sengaja ia tabrak.
Entah apa yang Naya pikirkan saat
itu. Ia benar-benar marah se marah-marahnya namun tetap menahan diri. Ia tidak
ingin orang-orang melihatnya dengan pandangan yang buruk. Terlihat Rafa yang mulai
merasa bersalah sudah membuat hari-harinya jadi kacau. Namun Naya pergi begitu
saja tanpa memberikan maaf padanya.
Ia mulai mengambil langkah seribu
dan tidak peduli dengan sekelilingnya. Sambil menuju mobil, mulutnya tak henti
mengomel mengutarakan kekesalan. Tanpa sadar, air matanya mulai menetes
meluapkan emosi yang ia rasakan hari itu.
“ Tuttt…Tuttt…” Dering handphone
berbunyi saat dirinya akan melaju.
“ Nay, tolong beliin banyak
makanan yak e supermarket, setelah itu bawa ke sekolahnya Vina. Kebetulan kita
lagi di sini dan acaranya seru. Cepetan ya…” sms itu datang dari Maika.
Naya yang saat itu lelah dan kesal
mencoba untuk meredamkan dirinya. Tanpa menunggu lama, ia berangkat menuju ke
tempat tujuan. Walau ia sedang bad mood tapi demi sahabatnya itu, ia rela harus
pergi ke sekolah jam 4 sore.
Setelah perjalanan panjangnya di
perjalanan, Naya dengan segera masuk ke sekolah tempat Vina mengajar. Ia tak
tahu kegiatan apa yang membuatnya harus ikut serta di waktu sore ini.
Padahalnya, amarah yang sedang ia rasakan membutuhkan suasana yang tenang bukan
suasana yang penuh cada tawa anak kecil.
Dari luar, terlihat Taman
Kanak-kanan itu ramai dengan kehadiran para orang tua dan anak kecil yang
lucu-lucu. Naya memang sangat mencintai anak-ana, tapi jika suasana hatinya
sedang kacau tentu itu akan membuat anak-anak takut padanya. Dari ke jauhan
terlihat Maika sedang bermain bersama anak yang lainnya di temani Adit sang
kekasih. Sementara Vina sedang bercanda dengan Nana dan temannya.
“nih, aku udah beli banyak
makanan.” Naya mulai menghampiri Vina.
“ Makasih ya Nay…” ucap Vina
mengambil pesanannya dan langsung membagikan pada anak-anak yang lain.
“ Nona penulis sini deh, Nana
sedang melukis.” Nana memperlihatkan lukisan gambarnya.
“ mana sini nona lihat?” Suasana
hati Naya mulai sedikit tenang ketika Nana bersamanya.
“ Wah, bagus banget..Nana hebat..”
Naya mulai memberikan pujian pada Nana.
“ Oh iya Nona, kenalkan ini teman
Nana namanya Naufal, dipanggil Ofal.” Seorang anak laki-laki yang sejak tadi
bersama Nana mulai diperkenalkan pada Naya.
“ Uhhh…sepertinya ofal pernah
lihat nona, tapi dimana ya?” kata anak laki-laki itu sambil menggaruk-garuk
kepalanya.
“ Hallo.. Udah kita gambar lagi
yuk?” Naya mulai membaur bersama Nana dan Naufal.
Terlihat Naya yang sudah tidak
marah lagi. Dirinya mulai merasa nyaman dengan kedua anak itu. Mereka
menghabiskan waktu dengan tertawa dan sesekali Naya bercanda dengan mereka.
Melihat keceriaan Naya, Maika dan Ciella yang sejak semalam mengetahui suasana
hati kawannya itu mulai mendekati mereka. Dan mulai bisa bercanda kembali
dengan Naya. Di susul dengan Vina yang ikut nimbrung bersama mereka.
“ Daddyyyy…itu Deddyyy datang…..”
tiba-tiba Naufal berteriak dan menghampiri laki-laki yang baru datang.
Naya yang sudah mulai merasa
baikan, mulai berdiri dan akan menyapa laki-laki yang datang. Namun saat ia
menatap wajahnya, tiba-tiba ia terhenti dan duduk kembali. Matanya terus
memandang kebawah, dan wajahnya penuh Tanya.
“ Dady? Hah?! Daddy?” suara
hatinya terus bertanya-tanya.
Ia ingat sekali wajah itu, wajah
laki-laki yang sejak kedatangannya ke kantor selalu mengikutinya. Laki-laki
yang memandangnya dan selalu memberikan senyuman menggoda. Laki-laki yang
memberikan ia makan dan juga sekaligus membuat dirinya kesal. Laki-laki yang
menggodanya dan sekarang ada yang memanggilnya Dady.
“ Dasar laki-laki! Udah punya
istri masih aja genit!” gumamnya lagi dalam hati.
Sementara Rafa duduk di depannya
dan bersamalan dengan yang lain. seperti biasa, saat ia ingin bersalaman dengan
Naya, wanita itu malah berpaling dan pura-pura tidak memperhatikannya. Ketiga
temannya itu hanya tersenyum dan meminta maaf pada Rafa. Agar tidak terlihat
canggung, Rafa mulai berbaur dengan kawan-kawan naya yang lainnya. Sambil fokus
melihat gambar Nana dan Naufal, Naya sudah tidak perduli lagi dengan kehadiran
laki-laki itu. Namun tatapan Rafa tidak pernah sedikit pun berpaling dari Naya.
Melihat itu Vina, Ciella dan Maika hanya saling memandang dan tersenyum.
Sedang asyik bercanda dengan yang
lainnya, mereka di kagetkan dengan kehadiran Dion yang tiba-tiba menarik tangan
Nana dan membawany pergi dari tempat itu. Naya yang sejak tadi bercanda dengan
Nana tiba-tiba terhentak dan memandang yang lainnya. Sementara Vina langsung
mencegah kepergian mereka. Dari kejauhan Naya, Maika dan Ciella hanya saling
menatap dan saling bertanya. Sementara Rafa yang juga merasa kaget hanya
mengelus-elus rambut Naufal. Begitu pun dengan Adit yang sejak tadi
membersihkan tempat di sekeliling itu mulai berhenti sejenak melihat adegan
yang membuatnya kaget.
Tanpa berpikir apa-apa, mereka
tidak berbuat sesuatu yang aneh. Karena yang mereka lihat hanya percakapan
antara lelaki dan perempuan yang entah apa. Namun lama kelamaan itu menjadi
sesuatu yang janggal bagi Naya. Ia melihat Nana yang menangis tanpa henti
sementara ayah dan ibunya bertengkar dengan keras. Dengan segera Naya
menjauhkan Nana dan membawanya pada kedua temannya yang lain.
“ Kalian tuh kalau bertengkar bisa
gak sih jangan di depan anak kalian!” Naya tiba-tiba mendatangi mereka kembali
dengan amarahnya.
“ Nay udah deh, ini tuh urusan
rumah tangga aku. Jadi gak usah kamu ikut campur!” Vina malah balik memarahi
Naya.
“ Gue bukan ngurusin urusan rumah
tangga loe. Gue Cuma ngurusin kehidupan Nana. Karena orang tuaya sama sekali
gak ngurusin dia.” Naya terus menjawab dengan amarah yang menggebu-gebu.
“ Maksudnya apa? Setiap hari gue
anterin dia sekolah, setiap hari gue ajak dia main. Loe tau kan bapaknya aja
yang gak pernah ada buat dia.” Lanjut Vina.
“ apa kamu bilang? Bukannya kamu
yang melarang aku buat ketemu dia?! Setiap hari aku bela-belain jemput anak
kita, tapi kamu yang melarang aku buat deket sama dia!” Dion mulai angkat
bicara.
“ terus kamu mau bilang kalau aku
sengaja ngejauhin kamu dari Nana, gitu?” Vina membalas.
“ Tuh kan, udah terbukti! Kalian
tuh bisanya saling menyalahkan! Kalian memang gak pantas jadi orang tua! Kalian
Cuma ngerusak masa depannya Nana!” Naya membentak Vina dan Dion, lalu ia pergi
membawa tasnya yang tersimpan di meja dan keluar dari tempat itu.
Nana yang sejak tadi bersama Maika
dan Ciella tidak henti-hentinya menangis. Sementara Rafa menutup kuping Naufal
dan menyuruhnya untuk tetap menggambar.
“ Nay?” Adit mencoba menghentikan
kepergian Naya.
“ Eh, aku titip Naufal ya? Jaga
dia. Aku bakal susul Naya.” Rafa dengan cepat berlari dan menitipkan Naufal
pada Adit. Ia tak ingin terjadi sesuatu dengan Naya.
Dengan kecepatan tinggi, Rafa
menyusul Naya yang sudah hampir tak terlihat. Ia terus mencari setiap mobil
yang ada di jalanan sampai menemukan wanita itu. Ditambah dengan jalanan yang
macet dan cahaya mulai gelap, ternyata hampir membuatnya kesulitan. Dengan
wajah yang mulai terlihat cemas, Rafa tak henti-hentinya membunyikan klakson
berharap semua mobil yang mengantri bisa memberikan jalan untuknya. Matanya
dengan resah terus melihat ke sana ke mari.
Sampai pada akhirnya Rafa melihat
mobil Naya tepat berada di sampingnya saat lampu merah menyala. Ia melihat
wanita itu sedang menundukan kepalanya di atas stir mobil. Dari penglihatannya,
Naya sedang menangis tersedu-sedu mengeluarkan kesedihannya. Rafa tidak bisa
berbuat apa-apa. Ia anya bisa melihat dan harus mengikutinya agar tidak terjadi
sesuatu dengan Naya di jalanan. Tapi setelah lampu hijau mulai berganti, Naya
langsung menancapkan gas kembali dengan kecepatan tinggi. Rafa yang melihat itu
langsung berteriak dan berharap Naya bisa mendengar.
“ Nayaaa…..” Teriakan pertama Rafa
tidak terdengar dengan jelas.
Naya tetap melajukan mobilnya
dengan kecepatan tinggi. Dan Rafa terus mengikutinya berharap ia bisa
menyusulnya.
“ Nayaaa….” Teriakan kedua Rafa
saat mobilnya berada di samping mobil Naya namun masih tidak terdengar.
“ Nayaa….” Teriakan ketiganya
mulai menggoyahkan penglihatannya dan dengan seketika Naya melihat Rafa yang
akan menyelip mobilnya. Namun tiba-tiba….
“ aaaaaaaaaaa……….” Naya mulai
banting stir
“ Dugggggg……..” Mobilnya menambar
sebuah mobil yang sedang berhenti di depannya.
Rafa langsung menghentikan
mobilnya. Ia terus saja memanggil-manggil Naya. Dengan cepat ia keluar dan
melihat keadaan Naya. Sementara Naya sendiri tidak terluka begitu parah. Hanya
kening yang berdarah dan terasa pusing. Sambil menangis tersedu-sedu ia keluar
dari mobil lalu jongkok melihat depan mobilnya yang rusak parah. Di tambah lagi
mobil yang ia tabrak juga mengalami kerusakan. Rafa yang datang datang dari
samping langsung mendekati Naya yang sedang menangis terisak-isak.
“ Sudah jangan nangis, yang
penting kamu gak papa.” Rafa mulai mengusap wajah Naya yang sudah di penuhi air
mata. Naya yang masih shock hanya bisa menatap Rafa dengan ketakutannya lalu
tak lama.
“ Bruggggg….” Naya pingsan tepat
di bahu sang lelaki tersebut.
Sejak kecemasan Rafa dari mulai
melihat kejadian yang membuatnya khawatir sampai tiba di rumah sakit, dirinya
tak henti-hentinya berada di samping Naya sampai ia terbangun. Saat matanya
terbuka, Naya sudah melihat Adlan berada di sampingnya yang sudah selesai
memasang perban di kepalanya. Sementara Rafa dilihatnya berdiri di depan
dirinya dengan wajah yang masih cemas.
“ Aw…..” kepala Naya mulai terasa
sakit saat ia akan bangun dari tidurnya.
“ Udah tidur aja Nay…Kamu harus
istirahat dulu.” Adlan menjelaskan
“ Ngapain dia disini?” Naya mulai
bertanya pada Adlan akan keberadaan Rafa di sana.
“ Tadi dia yang bawa kamu ke sini
Nay, dia cemas banget dan cepet-cepet cari dokter di sini.” Adlan meyakinkan
Naya.
Sementara Rafa hanya tersenyum
malu mendengar ucapan dokter itu.
“ oh ya? Kok aku gak inget sih?”
Naya menyangkal.
“ Nayyyaaaa….” Terdengar Maika
berteriak dari jauh dan menghampirinya.
“ Kamu gak papa kan?” Tanya Maika
cemas
“ Udah, aku gak papa kok…” Naya
mulai bangun dari baringannya.
“ Hey, apa yang terjadi?” Adit
bertanya sambil berbisik pada Rafa.
“ Udah nanti ceritanya. Oh iya
Ofal mana? Dia aman kan?” Rafa balik Tanya.
“ Tenang, tadi aku panggil kak
Helen kok…”
Sedang asyik bercakap sambil
berbisik, Naya dan Maika hanya memandang aneh mereka berdua. Naya terlihat
kesal pada laki-laki itu yang mencurigakan sementara Maika tak mengerti kenapa
Rafa ada di sini.
“ Papah?! Bukannnya kamu dinas di
bandung? Kata kamu lima hari, tapi?!” Ciella yang sejak tadi tak berbicara
tiba-tiba marah karena melihat suaminya ada di rumah sakit itu.
“ Mah..mamah…” Adlan menyusul
Ciella yang marah karena tidak memberinya kabar.
“ bukan begitu mah, tadi papah
pulang dari bandung dan langsung ke rumah sakit. Papah belum sempet kabarin
mamah soalnya masih banyak pasien.” Adlan melanjutkan saat Ciella mulai
berhenti berjalan.
“ saking banyaknya, kamu sampai
gak sempat ngabarin? Hah?! Gak mungkin! Udah lah aku capek.” Ciella mulai adu
mulut.
Dari kejauhan, Naya mulai merasa
bersalah karena dirinya, Ciella dan suaminya bertengkar. Sementara Maika hanya
bisa memegang tangan Naya yang masih berbaring dan menundukan kepala. Sementara
di ruangan itu, para perawat dan pasien yang lainnya tidak henti-hentinya
melihat mereka yang bertengkar. Begitupun Rafa dan Adit yang terus
memperhatikan pertengkaran itu.
Malam semakin larut, dan Naya
sudah di ijinkan untuk pulang. Kala itu, mereka pergi dengan menggunakan mobil
Adit, sementara Rafa menyusulnya dari belakang. Taka da percakapan yang
berarti, hanya terlihat Ciella yang sudah menahan air matanya sejak tadi masuk
ke dalam mobil. Sampainya di depan gerbang rumah, Naya turun dengan gandengan
Maika sedangkan Ciella sudah sejak tadi memasuki rumah. di lain sisi, Rafa
hanya melihat Naya di balik kaca spionnya.
“ Selamat malam, Naya” Rafa
berbisik lirih mengucapkan dengan lembut pada Naya meskipun wanita itu tidak
mendengarnya. Ia berharap angina malam kala itu dapat menyampaikan suara
hatinya.