Blogger.

Cerpen _MATI DALAM IMPIAN DAN DENDAM_

Pagi itu terlihat kerumunan siswa baru mulai memasuki gerbang sekolah. Hari ini awal mereka memulai sebagai siswa di sebuah sekolah musik yang sudah terkenal dalam menghasilkan jebolan-jebolan berbakat sebagai seorang bintang. Terlihat siswa- siswa baru mulai memasuki asramanya. Mereka mencari kamar sesuai nomor yang telah diberikan. Hari semakin gelap, di satu kamar terlihat Khanza merebahkan badannya di tempat tidur sambil membaca buku. Sementara Vivi lagi asyik memainkan handphonenya. Dan satu lagi Listi sedang asyik latihan dance. “ Aduh Listi, bisa gak sih gak perlu nari-nari kayak gitu? Ini tuh udah malem.” Kata Vivi merasa risih melihat kelakuan Listi. Tapi tetap saja Listi tak berhenti dance. Namun Tiba-tiba wajah mereka berpikir bingung dengan nyanyian seorang wanita yang mereka dengar. “ Siapa tuh? malem-malem gini nyanyi sambil main piano. Brisik banget!” Kata Vivi sambil melihat jam dinding yang menunjukan pukul 11 malam. “ Mungkin guru kita kali?” sambung Khanza. “ oh..mungkin saja dia lagi latihan. Wah hebat ya, dia latihan sampai malem, mana suaranya merdu lagi.” Lanjut Listi. Keesokan harinya mereka siap-siap untuk berolahraga. Tepat pukul 7 pagi semuanya telah berkumpul di lapangan dan memulai mengelilingi lapangan itu. Ketika Khanza sedang berlari, tanpa sengaja ia melihat kearah kamar pojok atas asrama putri. Ia melihat seperti ada sesosok bayangan perempuan, ia pun berhenti berlari dan tetap fokus pada penglihatannya itu. Tiba-tiba Dion menabrak Khanza tapi langsung meminta maaf, dari kejauhan terdengar Bu Siska menyuruh mereka berkumpul di ruangan latihan. Ibu Siska menyuruh anak-anak itu untuk latihan pernafasan. Setelah itu Ibu Siska memberikan tantangan bagi mereka untuk menyanyikan sebuah lagu untuk dipilih sebagai five idol yang akan tampil perdana di acara show first performance, dan setelah itu Bu Siska memberikan contoh menyanyi yang baik kepada mereka. “ Wow..Suara Bu Siska luar biasa. Gak rugi deh latihan sampai malam.” Kata Listi ketika mendengar Bu Siska bernyanyi dengan berbisik ke telinga Khanza. “ Oke..ibu kasih waktu kalian untuk latihan. Jadi besok kalian akan ibu tes satu persatu.” Kata Bu Siska setelah selesai menyanyi. Malam kedua di asrama. Di kamar itu terlihat khanza, Vivi dan Listi sedang sibuk untuk latihan memperlihatkan penampilan mereka besok. Waktu semakin larut tapi mereka tetap saja bernyanyi. Seperti malam kemarin, mereka terhenti ketika mendengar suara perempuan bernyanyi sambil bermain piano. Kali ini mereka menikmati nyanyian itu sampai tertidur lelap. Khanza mendekati suara nyanyian itu, ia masuk kesebuah ruangan, dilihatnya seorang wanita bergaun merah dan bando bunga mawar merah sedang memainkan piano sambil bernyanyi merdu. Dengan langkah yang begitu pelan ia menghampiri wanita itu. Namun tiba-tiba wanita itu berhenti bernyanyi. Khanza semakin merasa takut, badannya gemetar, jantungnya berdetak kencang. Wanita itu pun membalikan wajahnya. Dengan seketika Khanza menjerit sehingga membangunkan Khanza dari mimpi buruknya itu. Seperti hari kemarin, hari ini pun jadwal untuk olahrag. Sambil berlari mengelilingi lapangan, Khanza terus saja mengingat wanita itu dengan wajah yang penuh luka dan darah. Kali ini pun tanpa di sengaja Khanza melihat ke arah kamar pojok atas asrama putri. Ia melihat lagi bayangan wanita yang mengintip lewat jendela kamar itu. Tak lama setelah itu, mereka pun berkumpul kembali di ruangan latihan untuk menjalani tes. Dengan diundi untuk peserta tes, khanza mendapat urutan pertama, lalu di lanjut dengan vivi yang mendapat urutan kedua. Khanza bernyanyi begitu merdunya dengan lagu “Someone Like You” dari Adele. Sambil menikmati lagu itu ia menutup matanya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia melihat bayangan wanita dari jendela luar kelas lalu menghilang. Ia duduk kembali sambil merasa ketakutan, seorang wanita yang ada di mimpi buruknya semalam itu seperti mengikutinya.Selanjutnya Vivi menyanyi sambil memainkan piano. Merekapun menikmati penampilan Vivi, lain halnya dengan Khanza, bukan Vivi yang ia lihat, tapi seorang wanita yang ada dalam mimpinya semalam. Ia pun merasa ketakutan, wanita itu yang pada awalnya menunduk tiba-tiba melihatkan wajahnya kearah Khanza, dilihatnya wajah yang penuh darah itu. Ia pun berlari keluar dengan rasa takutnya. Khanza berlari ke wc, ia mencuci mukanya. Ia merasa terus saja di ikuti wanita itu. Dengan nafas yang sedikit ngos-ngosan ia mencuci mukanya. Dari kaca terlihat bayangan wanita itu lagi. Ia berlari kembali keluar. Tiba-tiba Dion menepuknya dari belakang. Ia pun terkaget-kaget. “ Khanza? Kamu kenapa?”. Khanza hanya menggelengkan kepalanya. Lalu Dion membawanya ke ruangan tes itu lagi. Sudah diumumkan orang yang masuk 5 besar, yaitu Maya, Raisya, Rara, Citra dan kelima khanza. Setelah itu mereka istirahat. “ kita kekantin tuk?” ajak Listi. “ Sepertinya aku gak ikut deh, aku agak gak enak badan”. Kata Khanza. “ ya udah kamu istirahat aja di asrama.” Saran Vivi. Khanza pergi sendiri ke asramanya. Ia merasa badannya lemas semenjak kejadian tadi. Namun tetap saja dalam pikirannya selalu terbayang sosok wanita itu. Ketika ia akan membuka pintunya, ia terhenti dan melihat ke kamar yang berada di pojok itu, sudah dua hari ia melihat seorang wanita yang berada dikamar tersebut. Padahal kamar itu hanya ruangan kosong. Dengan langkah yang sangat pelan, ia mendekati kamar itu. Sementara di sekelilingnya itu hening tanpa seorangpun. Tiba-tiba seseorang menepuk bahunya. Ia pun kaget dan menjerit. “ Khanza ini aku, Dion.” . Dion memegang tangan Khanza dan mengantarkannya ke kamar. Ia menyuruh Khanza untuk tidur. Lalu memberi Khanza obat, setelah itu menyelimuti Khanza. Khanza tertidur sangat lama. Tiba-tiba ia terbangun pada pukul 11 malam. Di lihatnya Listi yang sedang latihan dance. “Vivi mana?” Tanya Khanza. “Kamu udah bangun? Katanya sih tadi dia mau main piano. Udah kamu tidur lagi ini udah malem.”. Tiba-tiba mereka mendengar suara lagi. Namun bukan suara nyanyian yang ia dengar, tapi musik yang keras sekali. “ Suara apa itu? biasanya Bu Siska kan nyanyi? Oh..mungkin sekarang temanya dance. Kalau gitu aku ikut ah. Khanza aku keluar dulu ya? lebih baik kamu tidur lagi.” Kata Listi yang langsung berlari ke luar kamar. Sementara itu Khnaza sudah tidak bisa tidur lagi. Ia terus saja membuka matanya. Ia berharap Listi dan Vivi cepat kembali. Namun sudah beberapa lama, mereka tidak kunjung kembali. Sementara musik itu tetap terdengar jelas. Akhirnya Khanza pun pergi menyusul mereka. Dengan beraninya Khanza melewati lorong sekolah untuk mencari temannya itu. Satu demi satu ia menuruni anak tangga. Di ruangan itu terlihat lampu menyala namun tidak ada siapa-siapa hanya musik keras yang terus berbunyi. Ia pun terus mencari Listi dari ruangan satu ke ruangan lain. Karena tidak menemukannya, ia pun mencari Vivi di ruangan latihan. Ia mendengar bunyi piano, ia pun berlari untuk mendekati Vivi, namun ketika ia sampai di ruangan itu, ruangan itu begitu gelap. Ia merasa heran, mengapa Vivi tidak menyalakan lampunya. Khanza pun mencari stopkontak untuk menyalakan lampu. Ketika lampu menyala, ia tak mendengar suara piano lagi. Ia hanya melihat vivi yang sedang duduk membelakanginya dekat paino itu sambil terdengar suara mengis. Ternyata dia bukan vivi, dilihatnya seorang wanita dengan wajah yang berlumuran darah. Khanza menjerit dan terjatuh, ia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya dan menagis ketakutan. Dari luar terlihat Doni yang langsung menghampiri Khanza karena mendengar jeritannya. “ Khanza ini aku Doni, kamu kenapa za? Tenang-tenang za.”. Khanza tak henti-hentinya menangis. Ia semakin ketakutan dan Dion pun memeluknya. Setelah tenang, Dion pun membawanya ke kamar, dari kejauhan terlihat Vivi dan Listi yang dari tadi menghawatirkan Khanza. Ternyata sewaktu Khanza ke luar, Vivi dan Listi sudah kembali ke kamar. Mereka merasa khawatir ketika melihat Khanza yang tidak ada di kamarnya dan menyuruh Dion untuk mencarinya. Setelah itu mereka menyuruh Khanza untuk tidur kembali. Dari lantai tiga Khanza mendengar teriakan seorang wanita. Ia pun berlari untuk melihatnya. Terlihat Maya, salah satu temannya berada disana dan disampingnya terlihat wanita bergaun merah itu. Wanita itu berjalan kearah batas bangunan, begitu pun dengan Maya yang mengikutinya dari belakang. Khanza mencoba melarangnya, namun Maya tak mendengarkannya,ia hanya mengikuti wanita itu.Di lihatnya Maya terjatuh, ia melihat dari atas sambil menjerit dan menangis melihat darah yang berceceran dari tubuh Maya. Tanpa dipikir panjang ia berlari kebawah berharap masih dapat membantu Maya. Namun ketika ia akan melihat Maya, ia mendengar bunyi petikan gitar, ia pun menuju ruangan itu. Disana terlihat Raisya yang sedang bermain gitar, namun sepertinya bukan bermain gitar tapi mencabut satu persatu senar dari gitar itu. Khanza yang melihat tingkah aneh raisya, mencoba mendekatinya. Ia pun memanggil. Mendengar panggilan itu, Raisya pun menoleh. Ia menatap Khanza dengan tatapan kosong. Tiba-tiba Raisya mengambil salah satu senar yang sudah ia cabut. Lalu ia melilitkan senar itu kelehernya sendiri. Khanza terkejut, matanya melotot dan bibirnya gemetar, ia berlari keluar berharap ada seseorang yang menolongnya. Ia menuju suatu ruangan yang terdengar musik yang cukup keras, ia pun masuk dan berharap bertemu seseorang. Dilihatnya Rara yang sedang berlatih Dance. Rara yang memang mahir dalam dance sedang menikmati gerakannya, namun tiba-tiba musik itu semakin cepat begitu pun dengan tarian Rara yang mengikutinya. Khanza yang melihat itu ingin sekali menghentikannya namun tetap saja tak bisa, sementara Rara tetap saja berputar-putar dan menari lebih cepat lagi. Tiba-tiba Rara terjatuh dan badannya tersungkur kelantai. Ternyata kaki Rara patah. Khanza pun mengerutkan keningnya dan mulutnya menganga. Tiba-tiba Rara bangun kembali. Kepalanya menunduk lalu berjalan sambil tertatih-tatih dan wajahnya ditutupi rambut panjangnya itu. Rara berjalan ke arah tangga lantai dua. Setelah di atas, ia tiba-tiba berhenti dan melihat ke arah Khanza yang berada di bawah sambil tersenyum lalu menjatuhkan dirinya. Khanza menjerit lagi dan menangis. Ia lelah dengan semua yang telah dilihatnya, ia pun duduk dan terus menangis ketakutan. Dari ruang latihan terdengar lagi bunyi piano. Khanza selalu berharap bahwa disana ada seseorang yang menolongnya, kali ini ia melihat Citra. Dia memainkan piano dengan harmonis sekali, dengan rasa yang masih ketakutan Khanza mendekati Citra dengan perlahan. Namun nada yang dia mainkan semakin cepat dan cepat, sampai pada saat Khanza mulai dekat dengannya, dia tiba-tiba memainkan piano dengan membunyikannya sekali seperti sedang marah. Khanza pun berhenti. Ia terus saja melihat Citra dari belakang yang tiba-tiba berhenti bermain piano. Namun ia merasa aneh dengan kelakuan Citra yang tak berkutik sedikitpun. Lalu ia berjalan kesamping dan dilihatnya tubuh Citra yang sudah penuh dengan darah serta belahan balok piano yang berada di tangan kanannya. Ternyata Citra membelah setiap balok piano lalu menggoreskannya ke tubuh sendiri. Tanpa di pikir panjang, Khanza pun berlari kembali, kali ini ia berlari ke luar gedung menuju lapangan. Ia teringat kepada Maya yang tadi terjatuh. Ia langsung melihatnya, namun ternyata mayat yang ia lihat bukan wajah Maya tapi wajahnya sendiri. Ia menjerit lagi terlihat dari wajahnya yang lelah dan takut. Ia berlari kembali menuju gerbang kampus. Namun ia terjatuh seperti ada yang menghalanginya. Ia pun bangkit kembali dan melihat kebelakang. Khanza mendekatinya dan dilihatnya seorang wanita yang terkapar dengan luka di sekujur tubuhnya, ia hampir tak mengenali wajah itu karena sudah hancur. Namun lama kelamaan ia menyadari kalau mayat itu adalah mayat Bu Siska. “ Tidak….!!!!!!”. Khanza membuka matanya. Keringat dingin membasahi seluruh badannya. Ia melihat ke sekeliling ruangan itu, ternyata itu masih di kamarnya. Terlihat Listi yang masih berada di tempat tidur sedangkan Vivi sedang membuka jendela. Ternyata kali ini Khanza mimpi buruk lagi. Sementara itu Vivi yang sedang membuka jendela meresa heran ketika melihat anak-anak yang lainnya berkerumun di lapangan. “ Ada apa sih? Ko anak-anak pada kelapangan”. Kata Vivi. Tanpa berfikir panjang, Listi dan Vivi pergi keluar untuk melihatnya. Khanza yang melihat mereka keluarpun ikut menyusul dari belakang. Semuanya terkaget-kaget ketika melihat Maya yang sudah terbujur kaku dengan berlumuran darah. Begitu pun dengan Khanza, ia tak menyangka dengan apa yang ia lihat karena sama seperti yang ia impikan semalam. Tatapan Khanza tiba-tiba tertuju pada sebuah bando bunga mawar merah di sampingnya. Tiba-tiba terdengar suara jeritan seseorang di ruangan kelas. Semua orang yang berada di lapangan itu langsung berlari untuk mencari tahu termasuk Khanza. Ternyata yang mereka lihat adalah mayat Raisya dengan senar gitar yang sudah terputus dan terlihat juga bekas garisan di lehernya. Khanza menggigit ibu jarinya. Ia melangkah mundur sambil menangis lalu berlari menuju lapangan. Ia duduk sendiri dan tak hentinya menangis. Sesekali ia melihat ke arah sekitarnya yang sudah penuh dengan polisi. Ia tak tahu harus bagaimana lagi. Namun kali ini ia pergi ke salah satu teman sekamarnya Maya. Temannya bilang jika pada malam kemarin, Maya bermimpi di datangi seorang perempuan yang memakai gaun merah dan bando mawar merah. Begitu pun dengan teman sekamar Raisya yang sama bercerita seperti itu. Khanza pun pergi ke kamarnya dan berdiam diri. Hari ini, semua orang di sekolah sedang berduka. Asramapun menjadi sepi, sepertinya semua orang ketakutan atas apa yang terjadi pada temannya. Keesokan harinya semua siswa masuk sekolah seperti biasa. Semuanya berjalan dengan lancar seperti tak ada sesuatu yang terjadi. Ternyata pihak sekolah menutupi semua kejadian ini dari publik agar tak mengalami kerugian atau pun agar tidak menurunkan minat siswa lain untuk masuk sekolah ini. Hari ini jadwal untuk dance. Semua siswa berkumpul di ruang latihan. Dance pertama dilakukan oleh Listi, ia memang mahir sekali dalam hal ini. Begitu pun dengan Khanza, ternyata ia juga mahir dalam hal ini. Sekarang bisa terlihat bahwa Khanza memang serba bisa. Penampilan dance terakhir di tutup oleh penampilan Rara yang merupakan ahlinya. Semua orang terkagum-kagum dengan penampilannya. Ia menari begitu lincah. Namun saat di pertengahan, ia terjatuh dan menjerit kesakitan. Semua orang mencoba menolongnya dan membawanya ke kamar. Sementara yang lainnya di perbolehkan istirahat. Khanza pergi ke taman dan membaca buku di sana sambil mendengarkan musik. Sesekali ia teringat akan kejadian kemarin tentang kematian temannya, tentang mimpinya, dan tentang wanita itu. Tiba-tiba Dion datang mendekatinya. Ia menemani Khanza di sampingnya dan meminjam bukunya. Mereka pun berbincang-bincang dan sedikit membuat Khanza tersenyum. Namun matanya tak sengaja melihat ke arah kamar pojok atas asrama putri yang seperti biasa ia lihat, dan memang terlihat lagi sesosok wanita itu tapi entah siapa. Ternyata Khanza belum menyadari kalau wanita itu adalah wanita yang ada di dalam mimpinya yang selama ini mengikutinya. Tak lama dari itu terdengar jeritan dari dalam sekolah. Dion pun berlari sambil memegang tangan Khanza. Alangkah terkejutnya Khanza ketika ia melihat Rara yang sudah terbujur kaku dengan darah yang masih mengalir. Anak-anka bilang kalau Rara bunuh diri karena ia diponis bahwa kakinya lumpuh yang berarti ia tak bisa dance lagi sedangkan dari hasil itulah Rara mendapatkan uang untuk membantu orangtuanya. Khanza berlari ke kamarnya dan menangis sendiri. Semua yang ada dalam mimpinya menjadi nyata. Pada akhirnya ia berfikir untuk menceritakan semua ini kepada teman-temannya. Ia berlari lagi keluar untuk mencari Listi dan Vivi. Namun ternyata ia tak kunjung menemukan mereka. Ia pun kebingungan, akhirnya ia mencari Dion. Ia mengetuk ke kamarnya tapi tak ada jawaban, ia mencoba membuka pintu kamar Dion dan ternyata memang tak di kunci. Ia masuk dan memanggil-manggilnya namun tetap saja tak ada. Tiba-tiba Khanza terpaku dengan foto yang berada di kamarnya. Di foto itu Dion bersama dengan seorang wanita yang memakai gaun berwarna merah dengan bando bunga mawar di kepalanya. Ia pun merasa heran dengan wanita yang ada di foto itu karena seperti wanita yang selama ini mengikutinya. Dengan cepat ia mengambil foto itu dan berlari untuk menemukan Dion. Dilihatnya Dion sedang duduk di tempat yang tadi. Khanza langsung memperlihatkan foto itu. Dion melihat tatapan Khanza yang seperti memendam amarah. “ Itu kakaku. Dia dulu sekolah disini juga. Berkat sekolah ini ia menjadi terkenal. Kamu tahu, dia sangat menyukai seni, apa pun dia bisa melakukannya dan dia juga sangat menyukai warna merah dan bunga mawar. Tapi sayang dia sudah meninggal. Ada kabar kalau dia bunuh diri, tapi sekolah ini bilang kalau dia kecelakaan pesawat ketika konser ke luar negeri dan semenjak itu tak ada kabar yang benar tentang kematiannya. Kejadian sekarang ini lah yang mengingatkanku kepadanya.”. Khanza pun menangis mendengarnya. Ternyata wanita yang selama ini mengikutinya ialah kakaknya Dion sekaligus penyebab kematian teman-temannya. Dion pun pergi meninggalkan Khanza. Khanza terus saja terdiam. Di benaknya terus saja teringat dengan semua kejadian yang ia alami selama di sekolah ini. Lama sekali Khanza memikirkan hal itu sampai pada akhirnya ia harus menceritakan semuanya kepada Dion. Ia pergi untuk mencari Dion, namun kemana pun ia tak menemukannya. Khanza pun merasa kelelahan dan pergi ke kamarnya. Namun dari kejauhan terlihat pintu kamar pojok itu terbuka. Ia pun cepat-cepat melangkah. Dilihatnya seorang laki-laki yang sedang melihat keluar jendela dan ternyata itu Dion. Khanza pun menceritakan semuanya dengan wajah sedih. “ Dion? kakakmu menyebabkan kematian teman-teman kita. Aku memang gak tau mengapa dia melakukannya tapi aku yakin bahwa kakak kamu penyebab semua kejadian ini.” . Dion melihatnya dengan tatapan tak percaya, namun Khanza terus saja meyakinkannya. Lama kelamaan ruangan itu terasa menyeramkan bagi Khanza. Dan tiba-tiba di belakang Dion muncul wanita itu. Khanza pun terkejut dan pergi berlari dari kamar itu. Dion yang melihat tingkah Khanza mulai kebingungan namun tetap saja ia merenung di kamar itu sampai larut malam. Sementara Khanza berada di kamarnya dan menceritakan semuanya pada Vivi dan Listi. Malam semakin larut namun tetap saja khanza merasa tidak tenang. Ia pun pergi keluar untuk menemui Citra yang dalam mimpinya itu Citra akan mati. Ia pergi kekamarnya namun tak ada. Lalu mencari kesetiap ruangan kelas. Sementara Vivi dan Listi pergi mencari Khanza yang berlari begitu cepat. Malam itu semua ruangan begitu gelap, Khanza yang terus saja mencari Citra merasa kesulitan. Terlihat Dion yang juga berlari mencari Khanza. Tiba-tiba mereka semua bertabrakan. “ Khanza. Aku??Aku tetap tidak percaya dengan apa yang kamu katakana.” Kata Dion. Namun terdengar bunyi piano yang begitu keras. Khanza pun berlari mencari suara itu dan tak sempat berkata apa pun pada mereka. Sementara mereka mengikuti dari belakang. Benar dugaan Khanza kalau itu adalah Citra namun disayangkan Citra sudah mati dengan goresan-goresan di tubuhnya. Teman-teman Khanza yang berada di sana merasa tak percaya. Dan mereka pun melihat wanita bergaun merah yang berada di samping Citra. “ Kakak…?” kata Dion kaget. Wanita itu tiba-tiba menghilang. Namun terlihat Khanza yang berjalan begitu saja. Ternyata wanita itu merasuki Khanza. Ia berjalan ke lantai paling atas gedung itu. Sementara dari jauh terlihat Ibu Siska datang menemui mereka karena melihat semua lampu sekolah menyala. Vivi dan Listi menceritakan semuanya pada Bu Siska sambil mengikuti kemana Khanza pergi. Sementara Dion terus saja memanggil kakaknya itu yang membawa Khanza pergi entah kemana. Namun tetap saja kakaknya yang berada di tubuh Khanza tidak berhenti berjalan. Sampai di lantai atas itu, Khanza tidak berhenti berjalan. Ternyata ia menuju ke batas bangunan itu. Dion meyakini kalau kakaknya akan menjatuhkan Khanza di gedung itu. Dion pun terus melarangnya dengan bujukan-bujukannya. “ kak…ini Dion adikmu ka? jangan kak? Mengapa kakak lakukan semua ini? mengapa kakak membunuh teman-temanku dan sekarang Khanza. Apa salah Khanza ka? Kak Dion mohon ka? Dion gak mau kehilangan Khanza orang yang Dion sayang. Cukup untuk Dion kehilangan kakak dan Ibu.” . Khanza pun akhirnya berhenti berjalan dan melihat ke arah Dion. Khanza terjatuh pingsan dan wanita itu keluar dari tubuhnya. Wanita itu melihat Dion namun tiba-tiba matanya melihat ke arah wanita yang berada di samping Dion yaitu Bu Siska. Sementara Listi dan Vivi mendekati Khanza yang masih tak sadarkan diri. Wanita itu mendekati Bu Siska, sementara Bu Siska malah pergi menjauh seperti ketakutan. Wanita itu terus mendekat sampai Bu Siska berjalan mundur hampir menuju batas gedung itu. “ Wanda? a..aku…aku gak pernah melakukan itu.” kata Bu Siska, namun hantu itu tetap saja mendekatinya. “ A..Aku..aku gak pernah mencuri naskah lagumu..bukankah kamu tahu kalau aku ini sahabatmu? Kamu jangan mendengar ucapan Kania, dia itu jahat! Ini buktinya kalau kamu adalah sahabat sejati aku. Aku masih menyimpan foto kita dan ini gantungan bunga mawar yang waktu itu kamu kasih buat aku. Aku masih menyimpan semuanya.” Lanjut Bu Siska. Sementara terlihat Bu Siska yang akan terjatuh dari gedung itu. Khanza yang sudah siuman langsung berlari dan menolong Bu Siska. Khanza menarik tangan Bu Siska namun kaki Khanza terpeleset dan ia terjatuh. Teman-temannya menjerit dan melihat Khanza yang sudah berlumuran darah di bawah sana. Mereka pun berlari kebawah untuk melihat keadaan Khanza berharap ia masih bisa di selamatkan sementara hantu itu menghilang. Dion langsung memeluk Khanza yang masih terlihat bergerak. Ia memegang tangannya begitu erat. “ A…akku minta maaf atas kesalahan Kak Kania..Tapi Kak Kania tidak pernah melakukan semua itu pada sahabatnya sendiri.” Kata Khanza dengan suara yang terbata-bata. Tiba-tiba tangan Khanza melepaskan tangan Dion. Dion menangis begitu pun dengan yang lainnya. Namun Bu Siska malah pergi meninggalkan mereka. Kini Khanza pergi selamanya akibat dendam dari kakak-kakak mereka dahulu. Beberapa hari dari kematian Khanza, terdengar kabar bahwa Bu Siska kecelakaan dan mayatnya hancur sampai tak bisa dikenali lagi. Lima tahun yang lalu. Di sekolah itu Wanda merupakan siswa yang luar biasa. Ia sudah menjadi siswa terkenal sampai melakukan tour kemana-mana. Ia juga mempunyai sahabat dari kecil yaitu Kania. Mereka tumbuh bersama di sekolah ini. Bagi mereka sahabat adalah segala-galanya daripada popularitas. Suatu hari ada seorang siswa baru bernama Siska. Siska sengaja mendekati Wanda dan akhirnya masuk dalam persahabatan mereka. Wanda semakin lupa dengan Kania, ia lebih sering bersama Siska. Namun ternyata Siska mempunyai niat yang jahat, ia ingin menggeser kepopularitasan Wanda. Ia mencuri naskah-naskah lagu yang telah Wanda buat dan pada akhirnya Siskalah yang terpilih untuk melakukan konser tunggal dan Wanda menjadi urutan kedua. Tapi Siska mengatakan bahwa naskah itu pemberian Kania. Wanda pun marah dan akhirnya mereka bermusuhan. Ketika konser tiba, Wanda yang sudah mengenakan gaun merah dan bando mawar merah itu berdiam diri di kamar. Ia memikirkan nasib keluarganya jika ia tidak menjadi artis terkenal lagi. Ia pun pergi ke lantai tiga gedung sambil melihat panggung megah di lapangan sekolah. Dengan hati yang sakit dan air mata di wajahnya, ia berjalan dan menjatuhkan dirinya. Semenjak kematian Wanda, pihak sekolah menutupi kejadian itu. Mereka mengatakan jika Wanda meninggal akibat kecelakaan pesawat. Padahal ia mati bunuh diri dan di kuburkan oleh pihak sekolah di kamarnya sendiri yaitu di kamar pojok atas asrama putri. Akhirnya arwah Wanda penasaran dan membalas dendam kepada setiap siswa yang mendapat kesempatan untuk konser.


Writter by Aurora Khanza


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

0 komentar:

Posting Komentar

  © NOME DO SEU BLOG

Design by Emporium Digital