Blogger.

Novel "Will You Marry Me?" Episode Saat Datang Cinta Yang Lain


Baru kali ini Naya bangun lumayan siang, setelah dirinya kelelahan dengan beberapa kejadian menyedihkan kemarin. Perban di kepalanya mulai terlepas diganti dengan tempelan handsaplas di keningnya. Dari atas tangga sudah terdengar jelas Ciella yang tertawa terbahak-bahak di ruang keluarga. Sedangkan Maika tidak tampak di rumah itu karena sudah pergi ke Café pagi tadi. Naya yang merasa bosan berada di kamar, langsung menghampiri temannya.
“ Hai…” Sapaan Naya kala itu hanya di jawab dengan tolehan Ciella yang sedang asyik bermain Hanphone.
Melihat respon Ciella, Naya hanya bisa diam sambil duduk perlahan. Ia tidak tahu apa yang sedang dikerjakan temannya itu. Sejak kedatangannya, ciella memang asyik bermain handphonenya sambil cengegesan. Sementara TV dibiarkannya menyala tanpa ada yang menonton.
“ Eh…HP baru tuh?” Naya mulai membicaraan saat ingat jika HP Ciella yang dulu rusak karena di banting ke pintu.
“ Oh iya…” Ciella hanya menjawabnya sesingkat mungkin lalu melanjutkan mengetik sesuatu di handphone.
“ eh..eh…Nay, loe tau gak? Gue ketemu sama cowok cakap banget waktu beli nih HP. Pokoknya cool abis. Pas kita bertubrukan, dia minta maaf dengan lembutnya sama gue. Dan hati gue luluh waktu denger suaranya.” Lanjut Ciella yang tiba-tiba bercerita.
“ Terus Adlan? Inget loe tuh udah punya suami!” Naya mencoba mengingatkan.
“ Ah…elo! Kenapa ngingetin dia lagi! Gue udah cape nangisin dia. Gue udah cape nunggu kabar dari dia! Loe gak mau kan liat gue sedih terus? Jadi ya udah, dukung gue dong!”
“ Dukung loe selingkuh?!” Naya mulai marah.
“ Sorry gak akan! Gue sekarang ada di pihak Adlan!” Naya langsung pergi ke kamar Mandi.
Tak ingin hanya duduk terdiam di rumah, Naya berencana untuk menulis lagi di tempat yang memberikannya inspirasi. Memang akhir-akhir ini konsentrasi menulisnya mulai terganggu karena beberapa kejadian yang dia alami. Biasaya hari-hari Naya selalu di isi dengan menulis, menulis dan menulis tanpa harus mengalami kejadian yang aneh-aneh baginya. Ia berencana untuk pergi ke taman kota, menemukan tempat yang cocok baginya. Tapi sebelum itu, ia harus menuju ke Café Maika karena katanya ada yang ingin bertemu dengannnya.
“ Loe mau kemana? Bukannya loe masih sakit?” Tanya Ciella saat melihat Naya sudah rapi dan menuju ke luar.
“ Bukan urusan loe! Lagian gue uah gak sakit kali.” Naya menjawabnya dengan sinis dan langsung meninggalkan Ciella sendiri.
“ Yah, ke elo jadi sewot gitu sih Nay!” Teriak Ciella saat Naya sudah ke luar rumah.
Naya mulai membawa mobil Maika setelah sebelumnya ia berbicara baik-baik untuk meminjamnya, walau pun Maika sedikit harus di paksa karena masih kesal pernah membawa mobilnya tanpa ijin. Sementara beberapa hari ke depan ia harus di antar Adit ke manapun demi Naya. Untuk mobil Naya yang masih rusak karena kecelakaan itu, ia masih menunggu kabarnya. Namun berkat kebaikan Maika, semua pekerjaan Naya bisa dilakukan dengan lancar. Tapi kali ini dirinya selalu ingat untuk membawa mobil dengan hati-hati.
Setelah satu jam menuju Cafe Maika, Naya langsung berlari dan mencari Maika. Dari kejauhan ternyata Maika sudah bersama Adit di meja yang selalu menjadi favorit adit ketika datang ke tempat itu. Dengan cepatnya Naya langsung menghampiri dan menyapa mereka.
“ Ya udah, aku berangkat ya?” Adit sontak pergi ke kantornya saat Naya mulai duduk bersama mereka.
“ Loh Kok?” Naya balik tanya.
“ Iya nih ada kerjaan, udah menanti.” Jawab adit sambil cengengesan dan berlalu.
“ Hati-hati sayang…Muuuaahhh…” Maika berteriak sambil kecentilan.
“ Ish… geli banget!!” Naya merasa jijik dengan perkataan temannya itu pada kekasihnya.
“ Makannya punya pacar!” Ledek Maika
Suasana di sana pun menjadi ramai saat kedua wanita itu saling mengejek satu sama lain. Dimana Naya selalu menjadi bahan ledekan yang menggelikan.
“ Hey Nay?” Terdengar suara Vina yang tiba-tiba menghampiri Naya.
Suasana yang tadinya nyaman mulai terasa kaku. Ternyata orang yang ingin bertemu dengan Naya adalah Vina. Maika dengan pelannya menyuruh Vina duduk berhadapan dengan Naya. Sementara Naya hanya membalasnya dengan senyuman. Tak ingin membuat suasana menjadi tambah horror, Maika segera pergi dan sesekali menengok kebelakang karena takut terjadi sesuatu.
“ Aku mau minta maaf soal kemarin. Gak seharusnya aku ngebentak kamu.” Vina memulai pembicaraan.
“ Nggak…nggak…seharusnya aku yang minta maaf. Kemarin aku terbawa emosi. Kamu tau lah masalah keluarga, jadi aku bawaanya pengen marah.” Naya memotong pembicaraan Vina.
“ Tapi kamu bener Nay, gak seharusnya aku dan Dion marah di depan Nana. Aku sekarang ngerti gimana kamu sayang banget sama Nana. Sedangkan aku mamanya gak sedikitpun ngertiin perasaan anaknya.” Vina mulai berbicara panjang lebar.
“ Aku emang sayang banget sama Nana. Tapi gak seharusnya juga aku ikut campur masalah rumah tangga kamu Vin.” Naya menyalahkan dirinya lagi.
“ Gak papa ko Nay, selagi aku emang salah yang memang sahabatlah yang harus terus mengingatkan. Aku beruntung banget punya kelurga seperti kamu Nay, selalu mengingatkan ketika aku bertindak salah.” Vina mulai tersenyum dan memegang tangan Naya di atas meja.
Melihat adegan itu dari kejauhan, Maika sepertinya sudah merasakan firasat baik. Terlihat dari senyuman Vina yang mulai sumringah bahkan mereka terlihat sudah mulai bercanda.
“ Nah gitu dong, gak usah lah marah-marahan lagi. Kita kan udah pada dewasa da nada baiknya menjaga kedamaian.” Maika tiba-tiba datang dan menyuguhkan minuman kesukaan Naya dan Vina.
“ Emang siapa yang marahan? Gak ada tuh!” Naya menyangkal
“ Ish… anak ini!” Maika mulai terbawa emosi dan terlihat kedua tangannya meremas rambut Naya. Sementara Vina hanya tertawa terbahak-bahak tanpa henti.
“ Itu Ciella…” Vina menghentikan amarah Maika saat melihat kedatangan Ciella.
Naya yang mengetahui kedatangan Ciella langsung cepat-cepat menyuruh Maika dan Vina mendekatinya dan mendengarkan apa yang ia katakan. Naya ternyata menceritakan semua yang terjadi pada Ciella pagi hari tadi tentang perselingkuhannya. Ciella yang melihat tingkah aneh teman-temannya langsung curiga apalagi saat Maika dan Vina menatapnya dengan sinis. Saat itulah ia mengambil langkah seribu untuk mendekati kawan-kawannya.
“ Oke! Aku pergi! Bye…bye…” Naya langsung beranjak dari duduknya saat mengetahui Ciella sudah mendekatinya. Ia langsung pergi ke mobil sambil cengengesan.
“ Loh? Loh? Nay mau kemana?!” Ciella sudah mencium gelagat aneh
Saat itu pula ia melihat dengan jelas wajah kedua temannya yang kini di sampingnya. Sejak tadi Vina dan Maika melihat dirinya dengan tatapan tajam tanpa senyum sedikitpun. Sementara Ciella jadi salah tingkah dan senyum-senyum tak jelas.
“ Jadi siapa laki-laki itu?” Maika mulai mengintrogasi Ciella sambil melenggengkan tangannya.
Sementara Vina terus saja menatapnya dengan sinis.
“ Oh jadi kalian aneh gara-gara si Naya yang ember. Itu sekarang gak penting! Ada hal yang lebih penting banget! Dan gue butuh bantuan elo berdua.” Ciella mengalihkan pembicaraan yang membuat Maika dan Vina tidak lagi menanyakan tentang perselingkuhannya.
“ akhir-akhir ini penjualan di butik gue turun. Dan gue gak tau harus gimana lagi. Apa gue tutup aja gitu ya?” wajah Ciella kini terlihat sedih
“ Jangan ciell, sayang banget tuh… Lebih baik kita pikiran jalan keluarnya bareng-bareng.” Kata Vina menenangkan hati Ciella.
Sampai pada siang hari, percakapan itu terus berlanjut sampai akhirnya menemukan titik terang. Sementara Naya yang tidak ikut berkumpul melaju menuju taman kota. Ia ingin pergi ke suatu tempat yang berbeda dari biasanya. setidaknya ada tempat yang tenang untuk dirinya bisa menulis. Dengan seketika, ia mendapatkan tempat asyik untuk drinya yang tidak jauh dari café tadi. Walaupun suasana snagat ramai, naya terus mencari tempat yang sepi agar tidak mendapat gangguan. Ia sepertinya tertarik pada sebuah pohon yang tidak di lirik banyak orang. cuaca yang teduh membuat moodnya sangat baik untuk Naya berdiam diri di bawah pohon rindang.
Ia mulai menyender pada pohon dan mengeluarkan laptopnya. Sambil mengeluarkan beberapa cemilan dan air putih yang di simpan tepat di pinggirnya. Dari sekeliling itu, ia hanya melihat rumput hijau membentang tanpa ada yang menginjak. Dilihatnya rumput yang masih segar tanpa sentuhan siapa pun beda dengan rumput-rumput lain yang ia temui di depan taman tadi.
Sesekali ia pejamkan mata untuk membuat pikirannya rileks. Ia hanya ingin mendengarkan bisikan angin yang selalu membuat hatinya damai. Mendesir dan menyentuh lembut pada kulitnya yang halus. Berbisik mendengungkan bunyi nyaring yang membuat ia ingin tertidur. Dan membiarkan leptopnya menyala tanpa sentuhan yang pasti.
Dalam kedamaian itu, tiba-tiba ia merasakan sentuhan sesuatu yang berbulu dan membuatnya terbangun. Bibirnya mulai tersenyum lebar tak kala yang ia lihat seekor kucing angora berwarna putih. Bulunya yang lebat membuat Naya langsung memeluknya dan terus mengelus-elus dengan lembut. Naya yakin kucing itu bukan kucing jalanan, karena terlihat sangat bersih.
“ Kimi…? Kimi…?” Tak lama terdengar seorang laki-laki mencari sesuatu.
“ Kimi? Kamu di sini rupanya?” seorang laki-laki berdiri di hadapan Naya yang sedang memeluk kucing.
“ Ah? Ini kucing kamu?” Naya kaget seperti tertangkap basah sedang bersama kucing dari laki-laki itu.
“ Iya, tadi aku lagi ajak dia jalan-jalan. Terus dia lari dan ke sini…Sepertinya Kimy suka sama kamu?” Laki-laki itu tiba-tiba duduk di samping Naya dan ikut mengelus-elus Kimy.
“ Oh ya? Dia lucu banget… Hallo Kimy…” Naya mulai memanjakannya dan membuat Kimy betah tidur di pangkuannya.
Dari pertemuan itu, laki-laki yang tak di kenal Naya terus berada di sampingnya bersama kucingnya. Mereka berdua saling berbincang satu sama lain tentang kucing. Kesamaan yang dimiliki laki-laki tersebut membuat Naya sangat nyaman dan membuatnya lebih cerewet. Sesekali Naya terlihat tersenyum mendengarkan cerita dari laki-laki tersebut yang memeilihara banyak kucing di rumahnya. Tampilan yang sempurna dan wajah yang sangat tampan itu menjadi nilai plus di mata Naya. Ia sangat senang sekali jika melihat laki-laki yang memangkas rambutnya dengan rapi. Sehingga memberikan kesan tampak dewasa.
“ Eh, bentar deh.. Kamu itu Naya kan? Penulis itu?” Laki-laki yang sejak tadi berbcara panjang lebar baru menyadari bahwa perempuan yang di ajak bicaranya itu seorang penulis.
“ Oh…iya..iya…” Naya hanya ternyum malu.
“ Tutttt…Tuuttt…” terdengar dering handphone laki-laki yang bersama Naya.
“ Bentar ya…” ia meminta ijin untuk mengangkat telepon
“ Tuuttt…Tuuutttt” Dalam waktu yang tidak cukup lama, dering hanphone Naya pun ikut berbunyi
“ Iya Mba Rita ada apa?” Suara Mba Rita terdengar jelas siang itu.
“ Eh, Nay maaf ya aku harus pergi, nanti kita ngobrol-ngobrol lagi. Daahhhh…” laki-laki itu langsung mengangkat kakinya bersama Kimy sementara Naya tidak sempat membalas ucapannya.
“ Iya mba,,,iya mba…kenapa mba?” Naya meminta Mba Rita mengulangi perkataannya.
“ Aduh Nay sekarang cepetan datang ke acara Book Fair. Kita butuh bantuan kamu.”
“ Tapi mba, ini kan udah mau sore, kirain udah mau bubaran?”
“ Udah deh Nay jangan banyak ngomong. Dateng aja!”
Mendengar ucapan mba Rita dengan teruburu-burunya Naya langsung menancapkan gasnya menuju tempat tujuan. Ia kesal, lagi-lagi waktu untuk menulisnya terganggu lagi. Dirinya tak pernah mengerti mengapa akhir-akhir ini banyak sekali halangan yang membuatnya tak bisa tenang sebentar pun.
Saat keluar dari mobil, Naya melihat beberapa stand yang berjejer namun terlihat sepi. Sementara dari jauh mba Rita terlihat melambaikan tangannya. Dengan wajah yang sedikit kesal, Naya langsung menghampiri Mba Rita yang terlihat sendiri. Setelah itu ia melihat stand penerbitannya sangat-sangat tidak diminati. Para pegawai yang disuruh untuk menjaga tempat itu pun sudah terlihat snagat kusut.
“ Ada apa mba? Apa aku disini buat beresin semua buku-buku?” Naya bermuram durja.
“ Enggak lah Nay, kamu di sini tuh buat promosi lagi biar banyak orang yang datang ke stand kita.” Bisik mba Rita.
“ Ya ampun mba, ini kan udah mau sore. Lagian pada gak ada pengunjung mba. Udah kita tutup aja.” Naya mulai membereskan satu per satu buku.
“ Ih…jangan dulu. Sepi gimana?! Lihat tuh, orang-orang pada ke sana.” Mba Rita menunjuk pada sebuah stand dari penerbitan lainnya yang berada tidak jauh dari tempat dirinya.
Melihat kerumunan orang-orang, Naya mulai penasaran. Dari kejauhan ia mulai menjinjitkan kedua kakinya berharap mengetahui apa yang terjadi. Kepalanya terus diangkatnya dan wajahnya terlihat snagat penasaran. Namun tetap saja tak ada apa-apa yang berhasil ia ketahui.
“ Terus gimana mba?” Naya mulai bertanya pada Mba Rita.
“ Mba juga gak tau..” Mba Rita mulai menggelengkan kepala.
“ Oke!! Aku punya ide!” Semangat Naya mulai muncul.
“ Ayo semuanya…silahkan beli buku-buku terbaik dengan diskon 30%. Di jamin gak akan nyesel beli di sini. Ayo mbanya, masnya… silahkan datang dan melihat-lihat. Jangan lupa juga membelinya… Ayo…Ayo…” Naya mulai promosi pada setiap orang yang datang.
“ Nay ko diskonnya gede banget sih?” Mba Rita menghentikan perkataan Naya
“ Udah lah, mba tenang aja…”
“ Ayo.. Ayo…siapa yang mau… diskon 30%, diskon 30%. Sangat lumayan… bisa membuat pengetahuan bertambah hanya dengan harga murah. Ayo…Ayo…” Naya tak henti-hentinya berbicara pada setiap pengunjung yang ada.
Hampir 1 jam lamanya Naya terus berkoar agar ada yang berminat datang ke standnya. Dari wajahnya sudah terlihat keringat yang mulai membasahi. Ditambah lagi nafasnya yang ngos-ngosan menandakan dirinya kelelahan. Dari beberapa pengunjung memang sempat ada yang melihat dirinya. Mereka tahu kalau ia adalah Naya sang penulis. Tapi entah kenapa sore itu pengunjung wanita lebih tertarik mengunjungi stand yang sejak tadi dikerumini banyak orang.
Sampai langit sudah terlihat sedikit gelap ternyata acara book fair malah semakin ramai. Banyak anak muda yang berdatangan kembali melihat-lihat kegiatan tersebut. namun tetap saja stand yang sejak tadi ia promosikan tidak cukup ramai. Memang ada beberapa orang datang dan meminta foto dengannya, tapi untuk membeli buku-buku yang berjajar rasa-raanya tidak ada yang peduli.
Naya merasa perjuangnannya akan sia-sia. Ia terus memandang sinis ke arah rivalnya itu. Ia masih tak mengerti ada apa di sana. Haruskah ia mendatanginya atau biarkan saja sampai acara di sana selesai. Tapi rasanya tenaga Naya sudah tidak bisa menahan untuk berdiri. Ia hanya bisa duduk dan mengibaskan tangannya karena kegerahan. Sementara sejak sepi pengunjung tadi sore, mba Rita milih mundur dan pergi dari tempat tersebut.
“ Ish!! Aku kan penulis! Terus kenapa aku juga yang harus ngejualnya langsung?!” Naya ngomel sendiri. Ia tak peduli walaupun di lihat oleh beberapa pegawai magang yang berada di stand tersebut.
Memang sejak kemunculan Naya ke publik, penerbitan yang ia percayakan untuk meluncurkan karyanya ikut-ikuta menjadi lebih populer. Sehingga berkat Naya, Perusahaan yang membawahi dirinya bisa menjadi maju dan dipercaya banyak orang. sampai pada akhirnya Naya terus setia berada di bawah penerbitan tersebut daripada harus pindah pada sebuah penerbitan nasional yang lebih populer seperti tempat Adit bekerja.Namun akhir-akhir ini ia tak mengerti dengan keadaan perusahaannya. Karena sejak kemarin ia harus berusaha terjun langsung dalam penjualan karyanya itu. Kini ia tampak seperti sales yang menjualkan produknya pada setiap orang satu per satu.
Beberapa jam sebelum acara itu ditutup, Naya sudah tampak kelelahan dan matanya mulai menutup. Namun sesekali ia bangun kembali menyapa pengunjung yang datang walaupun tidak jadi untuk masuk.
“ Selamat datang mas..” Naya dengan cepat menyapa kehadiran pengunjung yang datang dari belakangnya. Senyum lembut yang ia perlihatkan tiba-tiba menghilang saat melihat kedua laki-laki itu.
“ Nay? Standnya sepi ya? Tadi aku perhatiin dari sana, kayaknya kamu kerjanya ekstra banget. Dan sendiri lagi.” Adit mulai cemas dengan pekerjaan Naya. Sementara Rafa melihat-lihat semua buku yang dijual di tempat tersebut.
“ Emang gak ada pegawai lain yang kerja?” Lanjut Adit
“ aku juga gak tau dit. Akhir-akhir ini kinerja orang-orang diperusahaan jadi gak efektif gitu.” Naya menjelaskan.
“ Yah, kalau pengalaman aku sih kayaknya usia perusahaan kamu gak akan lama. Ya emang sih penjualan buku-buku kamu banyak di sukai. Tapi kan kamu gak tau karya penulis lainnya yang berada di bawah perusahaan apakah juga di sukai atau nggak. Itu bisa jadi alasan kenapa popularitas buku-buku yang diterbitkan menjadi tidak laku di pasaran. Karena salah memilih sebuah karya yang tidak menjadi trend yang ada.” Rafa mencoba menjelaskan.
Mendengar ucapan pedas darinya yang terlihat so ngbosi, Naya hanya menaruh tatapan kesal padanya. Sementara Adit hanya menganggukan kepala.
“ Oke, kalau begitu kita harus melakukan sesuatu!” Rafa tiba-tiba berubah menjadi Rafa yang konyol. Karena memang wajahnya tidak pantas sekali untuk sangat serius dari biasanya.
“ Kamu mau ngapain?” Naya menahan Rafa yang bertingkah.
“ Ya, aku mau bantu kamu lah. Kamu gak liat stand kita yang sejak tadi sore dikerumini banyak pengunjung. Selain kata orang karena penulis yang tampan itu, ya setidaknya ada manager yang cerdas dan berdedikasi tinggi." Rafa mulai membanggakan diri.
“ Oh…gak usah..gak usah… lebih baik kamu pergi aja ya…” Naya kembali menarik Rafa yang akan mencoba mempromosikan standnya pada pengunjung.
“ gak papa dong Nay, siapa tahu berkat kehadiran aku jadi banyak orang yang datang.” Rafa kembali masuk dan mencoba mengambil buku untuk di jadikan sample.
“ Ets…aku bilang gak usah.” Kedua tangan naya mulai dilentangkan untuk mencegah Rafa masuk. Adit yang sejak tadi melihat kelakuan mereka berdua, hanya bisa menggaruk-garuk kepala kebingungan.
“ Naya? Kita harus melakukan promosi yang cerdas. Setidaknya kita bisa menarik perhatian mereka untuk membelinya.” Rafa mulai berkata bijak kembali. Mendengar itu, Naya mulai terlihat berpikir. Sepertinya ia setuju dengan perkataan Rafa. Dengan cepat Rafa langsung masuk dan memilih beberapa buku, Naya yang kecolongan dengan seketika mencoba menahannya agar tidak membawa buku-buku yang ada. Ia sepertinya gengsi jika harus meminta bantuan pada Rafa.
“ Rafaa!!!Gak usah!!” Naya mulai menarik tangan Rafa yang akan membawa buku.
“ Gak papa Naya.” Semenatara Rafa menahan tarikannya dan terus mencari buku yang tepat untuk di promosikan.
Namun lama kelamaan tarikan Naya semakin kuat yang membuat tangan Rafa sakit. Dengan kekuatannya itu, Rafa mencoba melepaskan tangannya dan menghentikan Naya yang sejak tadi melarangnya. Tapi sepertinya larangan Naya semakin menjadi-jadi dan…
“ Bruukkkkk….Bruukkkk….Bruuukkkk….”
Papan yang menahan semua buku di sana ternyata tidak kuat ketika mendapatkan dorongan yang besar dari Rafa saat dirinya harus melepaskan tangannya dari genggaman Naya. Beban berat Rafa yang terjatuh saat saling tarik menarik dengan Naya membuat semuanya berantakan. Hentaman hebat dari buku-buku yang ada ternyata menjadi perhatian banyak pengunjung. Banyak dari mereka yang saling berbisik dan ada pula yang memotret kejadian itu. Sementara Naya terlihat menahan emosinya. Wajahnya tampak berubah menjadi merah dan matanya seperti akan keluar namun terhalang oleh kacamatanya yang besar. Kedua tangannya mulai terlihat mengepal dan nafasnya sudah tidak teratur. Ia tak tahu harus bagaimana membereskan kekacauan itu. Yang jelas ia sangat-sangat marah sekali.
“ Raffaaaaa!!!!!”
Namun Rafa hanya bisa tersenyum malu saat dirinya harus duduk diantara buku yang berserakan. Tapi untungnnya papan-papan itu tidak menimpa dirinya.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

0 komentar:

Posting Komentar

  © NOME DO SEU BLOG

Design by Emporium Digital